Tindak pidana ekonomi (TPE) dalam arti sempit dapat didefinisikan sebagai tindak pidana yang secara yuridis diatur dalam UU Darurat nomor 7 tahun 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan tindak pidana ekonomi.
Dalam arti luas, TPE didefinisikan sebagai semua tindak pidana diluar UU darurat no 7 tahun 1955 yang bercorak atau bermotif ekonomi atau yang dapat berpengaruh negatif terhadap kegiatan perekonomian dan keuangan negara yang sehat.
Dalam istilah asing sering disebut : economic crimes, crime as bussiness, bussines crimes, abuse of economic power.
Ruang lingkup economic crimes sangat luas, mencakup berbagai macam tindak pidana. Economic crimes meliputi :
a. Property crimes : Perbuatan yang mengancam harta benda / kekayaan seseorang atau Negara (act that threathen property held by private persons or by the state)
b. Regulatory crimes : Perbuatan yang melanggar aturan-aturan pemerintah (action that violate government regulations)
c. Tax Crime : pelanggaran mengenai pertanggungjawaban atau pelanggaran syarat-suarat yang berhubungan dengan pembuatan laporan menurut undang-undang pajak (violations of the liability or reporting requirements of the tax laws)
TPE meliputi juga : Penyelundupan (smuggling), tindak pidana di bidang perbankan (banking crimes), tindak pidana di bidang perniagaan (commercial crimes), kejahatan computer (computer crime), tindak pidana lingkungan hidup (environmental crime), tindak pidana di bidang kekayaan intelektual, tindak pidana korupsi, tindak pidana di bidang perpajakan, tindak pidana di bidang ketenagakerjaan.
Tindak pidana penyelundupan
Tindak pidana penyelundupan diatur dalam UU Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan. Pada hakekatnya penyelundupan diartikan sebagai perbuatan mengimpor, mengekspor,mengantar pulaukan barang dengan tidak memenuhi formalitas pabean, yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.
Formalitas pabean di sini merupakan syarat yang harus dipenuhi dalam hal ekspor dan impor.
Penyelundupan dibedakan menjadi 2 (dua), yakni :
a. Penyelundupan fisik : setiap kegiatan memasukkan adat mengeluarkan barang (ke/dari Indonesia) tanpa dokumen.
b. Penyelundupan administratif : setiap kegiatan memasukkan atau mengeluarkan barang yang ada dokumennya tetapi tidak sesuai dengan jumlah/ jenis atau harga barang yang ada di dalamnya.
(Pelajari pasal 102-106 UU Kepabeanan)
Pasal 102 : ”Barang siapa mengimpor atau mengekspor atau mencoba mengimpor atau mengekspor barang tanpa mengindahkan ketentuan Undang-undang kepabeanan dipidana karena melakukan penyelundupan dengan pidana penjara paling lama delapan tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah)”. Pasal ini merupakan ”delik berkualifikasi” atau ”delik dengan nama” sebagaimana dalam pasal 262,378 KUHP.
Pengertian ”tanpa mengindahkan undang-undang kepabeanan ” adalah sama sekali tidak memenuhi ketentuan atau prosedur yang telah ditetapkan dalam UU Kepabeanan . Jadi jika seseorang telah menindahkan ketentuan meski tidak sepenuhnya, tidak termasuk perbuatan yang dapat dipidana. Pasal ini mengandung esensi penyelundupan fisik.
Sedangkan pasal 103 dianggap mengatur penyelundupan administratif, meski tidak terang-terangan menyebutkan demikian.
Pertanggungjawaban Pidana
Berdasarkan undang-undang Kepabeanan dapat diidentifikasikan sistem pertanggungjawaban terhadap pelaku tindak pidana sebagai berikut :
a. Subyek yang dapat dipertanggungjawabkan :
- orang perorang (ps 102) dan Koorporasi (ps 108)
- pengusaha Tempat Penimbunan Sementara, pengusaha Tempat Penimbunan Berikat, pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan dan pengusaha Pengangkutan
(ps 106)
b. pertanggunjawaban berdasarkan kesalahan :
baik percobaan, kesengajaan, kelalaian dapat diancam dengan pertanggungjawaban pidana mutlak (strict liability) maupun pertanggungjawaban pidana pengganti (vicarious liability).
Sanksi Pidana
Perumusan sanksi dengan sistem pidana kumulatif, yaitu pidana penjara dan denda. Pidana pokok :
a. penjara : maksimal 8 tahun
b. kurungan
c. denda : maksimal Rp500.000.000,00
d. Sanksi administratif yang bervariatif.
Daluarsa penuntutan 10 tahun sejak diserahkan Pemberitahuan Pabean atau sejak terjadinya tindak pidana.
Kewenangan penyidikan
Selain penyidik Polri, kewenangan penyidikan diberikan kepada :
a. PPNS di lingkungan Dirjen Bea dan cukai (ps 112) untuk melakukan penangkapan dan penahanan terhadap tersangka.
b. Penghentian penuntutan oleh Jaksa Agung. Penghentian penuntutan dilakukan atas permintaan menteri Keuangan dan demi kepentingan penerimaan negara. Namun demikian tetap dijatuhi sanksi membayar bea masuk yang tidak atau kurang bayar ditambah dengan sanksi administratif denda 4 kali jumlah bea masuk yang tidak atau kurang bayar.
sumber: http://lentera-vita.blogspot.com/2009/10/tindak-pidana-ekonomi.html