Minggu, 03 Juni 2012

Tindak pidana penyelundupan




Tindak pidana ekonomi (TPE) dalam arti sempit dapat didefinisikan sebagai tindak pidana yang secara yuridis diatur dalam UU Darurat nomor 7 tahun 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan tindak pidana ekonomi.
Dalam arti luas, TPE didefinisikan sebagai semua tindak pidana diluar UU darurat no 7 tahun 1955 yang bercorak atau bermotif ekonomi atau yang dapat berpengaruh negatif terhadap kegiatan perekonomian dan keuangan negara yang sehat.
Dalam istilah asing sering disebut : economic crimes, crime as bussiness, bussines crimes, abuse of economic power.

Ruang lingkup economic crimes sangat luas, mencakup berbagai macam tindak pidana. Economic crimes meliputi :
a. Property crimes : Perbuatan yang mengancam harta benda / kekayaan seseorang atau Negara (act that threathen property held by private persons or by the state)

b. Regulatory crimes : Perbuatan yang melanggar aturan-aturan pemerintah (action that violate government regulations)

c. Tax Crime : pelanggaran mengenai pertanggungjawaban atau pelanggaran syarat-suarat yang berhubungan dengan pembuatan laporan menurut undang-undang pajak (violations of the liability or reporting requirements of the tax laws)
TPE meliputi juga : Penyelundupan (smuggling), tindak pidana di bidang perbankan (banking crimes), tindak pidana di bidang perniagaan (commercial crimes), kejahatan computer (computer crime), tindak pidana lingkungan hidup (environmental crime), tindak pidana di bidang kekayaan intelektual, tindak pidana korupsi, tindak pidana di bidang perpajakan, tindak pidana di bidang ketenagakerjaan.


Tindak pidana penyelundupan

Tindak pidana penyelundupan diatur dalam UU Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan. Pada hakekatnya penyelundupan diartikan sebagai perbuatan mengimpor, mengekspor,mengantar pulaukan barang dengan tidak memenuhi formalitas pabean, yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.
Formalitas pabean di sini merupakan syarat yang harus dipenuhi dalam hal ekspor dan impor.
Penyelundupan dibedakan menjadi 2 (dua), yakni :

a. Penyelundupan fisik : setiap kegiatan memasukkan adat mengeluarkan barang (ke/dari Indonesia) tanpa dokumen.

b. Penyelundupan administratif : setiap kegiatan memasukkan atau mengeluarkan barang yang ada dokumennya tetapi tidak sesuai dengan jumlah/ jenis atau harga barang yang ada di dalamnya.
(Pelajari pasal 102-106 UU Kepabeanan)

Pasal 102 : ”Barang siapa mengimpor atau mengekspor atau mencoba mengimpor atau mengekspor barang tanpa mengindahkan ketentuan Undang-undang kepabeanan dipidana karena melakukan penyelundupan dengan pidana penjara paling lama delapan tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah)”. Pasal ini merupakan ”delik berkualifikasi” atau ”delik dengan nama” sebagaimana dalam pasal 262,378 KUHP.

Pengertian ”tanpa mengindahkan undang-undang kepabeanan ” adalah sama sekali tidak memenuhi ketentuan atau prosedur yang telah ditetapkan dalam UU Kepabeanan . Jadi jika seseorang telah menindahkan ketentuan meski tidak sepenuhnya, tidak termasuk perbuatan yang dapat dipidana. Pasal ini mengandung esensi penyelundupan fisik.
Sedangkan pasal 103 dianggap mengatur penyelundupan administratif, meski tidak terang-terangan menyebutkan demikian.





Pertanggungjawaban Pidana

Berdasarkan undang-undang Kepabeanan dapat diidentifikasikan sistem pertanggungjawaban terhadap pelaku tindak pidana sebagai berikut :

a. Subyek yang dapat dipertanggungjawabkan :
- orang perorang (ps 102) dan Koorporasi (ps 108)
- pengusaha Tempat Penimbunan Sementara, pengusaha Tempat Penimbunan Berikat, pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan dan pengusaha Pengangkutan
(ps 106)

b. pertanggunjawaban berdasarkan kesalahan :
baik percobaan, kesengajaan, kelalaian dapat diancam dengan pertanggungjawaban pidana mutlak (strict liability) maupun pertanggungjawaban pidana pengganti (vicarious liability).

Sanksi Pidana

Perumusan sanksi dengan sistem pidana kumulatif, yaitu pidana penjara dan denda. Pidana pokok :
a. penjara : maksimal 8 tahun
b. kurungan
c. denda : maksimal Rp500.000.000,00
d. Sanksi administratif yang bervariatif.

Daluarsa penuntutan 10 tahun sejak diserahkan Pemberitahuan Pabean atau sejak terjadinya tindak pidana.

Kewenangan penyidikan

Selain penyidik Polri, kewenangan penyidikan diberikan kepada :
a. PPNS di lingkungan Dirjen Bea dan cukai (ps 112) untuk melakukan penangkapan dan penahanan terhadap tersangka.

b. Penghentian penuntutan oleh Jaksa Agung. Penghentian penuntutan dilakukan atas permintaan menteri Keuangan dan demi kepentingan penerimaan negara. Namun demikian tetap dijatuhi sanksi membayar bea masuk yang tidak atau kurang bayar ditambah dengan sanksi administratif denda 4 kali jumlah bea masuk yang tidak atau kurang bayar.



sumber: http://lentera-vita.blogspot.com/2009/10/tindak-pidana-ekonomi.html

Undang-Undang Tindakkan Penimbunan Barang



Tidak pidana ekonomi kita tentu sudah pernah mendengar mengenai kata itu tapi apakah yang sebenarnya yang dimaksud dengan tindak pidana ekonomi ?. yang dimaksud dengan tindak pidana ekonomi secara umum adalah suatu tindak pidana yang mempunyai motif ekonomi dan lazimnya dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kemampuan intelektual dan mempunyai posisi penting dalam masyarakat atau pekerjaannya.

Sebagaimana tindak pidana lainya tindak pidana ekonomi juga merupakan salah satu bentuk kejahatan, namun berbeda dengan kejahatan lainnya kejahatan ekonomi adalah suatu bentuk kejahatan yang dilakukakan terhadap semua bentuk kegiatan ekonomi termasuk juga dalam bidang keuangan,misalnya : penyelendupan dan penimbunan barang teramasuk bentuk kejahatan,merugikan masyarakt dan Negara seperti di bawah ini.

Penyelundupan dan penimbunan barang 
Menaikkan harga barang yang tadinya murah menjadi mahal akibat barang tersebut di selundupkan atau di timbun,ketika harga barang tersebut akan melonjak naik harganya,serta melebihi harga faktur,dan  juga mengekspor dan mengimpor barang-barang dibawah standar dan bahkan hasil-hasil produksi yang membahayakan,kasus ini sudah melanggar undang-undang penyembunyian barang atau penimbun,ini merupakan contoh kegiatan tindak pidana ekonomi yang notabene melanggar undang-undang tindakan pidana ekonomi. Alasan dari kasus diatas melanggar undang-undang tindak pidana ekonomi adalah karena teleh terjadi penyelundupan atau penimbunan barang tertentu yang di mana sangat merugikan masyarakat dan Negara. Karena masyarakat mempunyai kebutuhuan hidupnya,diamana saat ini sumber kebutuhan masyarakat semakin susah dan sulit di dapat apa lagi untuk di luar-luar daerah sangat sulit mendapatkan sumber kebutuhan akibat penyelundupan,menjadikan kebutuhan hidup menjadi tidak setabil dan sulit dicari hingga bisa menjadi langka seperti contoh : minyak tanah,yang langka dan sulit dicari hingga harganya pun sangat mahal per liter melebihi Gas,akibat ulah para penyelundup dan penimbun disini pemerintah harus melakukan tindakan hukuman atau pidana yang setimpal atas perbuatannya tersebut yang telah merugikan Negara dan masyarakat demi kepentingannya sendiri.
kejahatan yang disebutkan di atas masih adalah tindak kejahatan yang termasuk dalam tindak pidana ekonomi. Undang-undang mengenai tindak pidana ekonomi di Indonesia diatur menurut UU No 7/Drt/1955 undang undang tersebut merupakan salah satu undang undang pertama yang mengatur mengenai tindak pidana ekonomi, dalam undang undang tersebut kualifikasi tindak pidana ekonomi adalah :
pertama-pertama diserahkan kepada UU yang bersangkutan, artinya bahwa suatu jenis tindak pidana ekonomi merupakan kejahatan itu apakah tindak pidana (pelanggaran maupun kejahatan) diserahkan sepenuhnya kepada UU yang bersangkutan

dalam hal dimana UU tidak menentukan, maka dalam hal ini yang dipakai ukuran adalah unsur "kesengajaan" artinya: apabila dilakukan sengaja, maka merupakan kejahatan sedangkan dilakukan tidak sengaja, maka tindak pidana tersbut merupakan pelanggaran
Sanksi dan hukuman yang ditetapkan oleh UU No 7/Drt/1955 sendiri dapat kita bagi menjadi beberapa bagian yaitu :

Hukuman Pokok "hukuman pokok sama dengan hukuman pokok yang disebut dalam KUHP (ps. 10 KUHP) akan tetapi maksimum pokok itu adalah lebih berat". Bunyi hukuman pokok ini terdapat dalam pasal 6 UU no 7/Drt/1955, hukuman pokok ini terus mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan zaman perubahan ini antara lain adalah pada (a) berdasarkan pasal 11, pasal 6 ayat i sub a kata-kata lima ratus ribu diubah menjadi satu juta dan pada (b) berdasarkan UU No 21/Prp/1959 yang meuat sanksi antara lain sebagai berikut: denda 30 kali (30 juta), jika menimbulkan kekacuan ekonomi dalam masyrakat, sanksi : hukuman mati atau 20 tahun penjara. Dalam hal ini penjelasan resmi UU No 21/Prp/1959, antara lain memuat: "menurut UU darurat nomor 7 tahun 1955 ada kemungkinan untuk hakim memilih antara hukuman badan atau denda atau menjatuhkan kedua-dua sanksi tersebut, menerut peraturan pemerintah pengganti UU ini hakim harus menjatuhkan kedua-dua sanksi tersebut
Hukuman Tambahan yang dimuat dalam pasal 7 UU 7/DRT/1955, yaitu :
A. Pencabutan hak-hak tersebut dalam pasal 35 Kitab Undang-undang Hukum Pidana untuk waktu sekurang-kurangnya enam bulan dan selama-lamanya enam tahun lebih lama dari hukuman kawalan atau dalam hal dijatuhkan hukuman denda sekurang-kurangnya enam bulan dan selama-lamanya enam tahun;

B. Penutupan seluruhnya atau sebagian perusahaan si-terhukum, di mana tindak-pidana ekonomi dilakukan, untuk waktu selama-lamanya satu tahun;

C. Perampasan barang-barang-tak-tetap yang berwujud dan yang tak berwujud, dengan mana atau mengenai mana tindak-pidana ekonomi itu dilakukan, atau yang seluruhnya atau sebagian diperolehnva dengan tindak-pidana ekonomi itu, begitu pula harga-lawan barang-barang itu yang menggantikan barang-barang itu, tak perduli apakah barang-barang atau harga-lawan itu kepunyaan si-terhukum atau bukan;

D. Perampasan barang-barang-tak-tetap yang berwujud dan yang tak berwujud, yang termasuk perusahaan si-terhukum, di mana tindak-pidan ekonomi itu dilakukan, begitu pula harga-lawan barang-barang itu yang menggantikan barang-barang itu, tak perduli apakah barang atau harga-lawan itu kepunyaan si-terhukum atau bukan, akan tetapi hanya sekadar barang-barang itu sejenis dan, mengenai tindak-pidananya, bersangkutan dengan barang-barang yang dapat dirampas menurut ketentuan tersebut sub c di atas;
E>Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan kepada si-terhukum oleh Pemerintah berhubung dengan perusahaannya, untuk waktu selama-lamanya dua tahun;



referensi : 
http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_7_drt_1955.htm
http://tyokronisilicus.wordpress.com/2010/05/21/ancaman-pidana-dan-sanksi-pidana-dalam-tindak-pidana-ekonomi/
http://www.scribd.com